Kamis, 18 Juni 2009

Gara-gara Limbah Industri, PLTA Saguling Terganggu

Jakarta, Kompas - Forum Komunikasi dan Konsolidasi Daerah Pengolah Migas (FKKDPM) meminta bagian dari hasil pajak yang diperoleh pemerintah dari pengolahan minyak dan gas. Alasan dari tuntutan tersebut, karena daerah pengolah migas memberikan kontribusi dan menanggung risiko yang sangat besar.
Demikian diutarakan Ketua FKKDPM Sofyan Hasdam di Jakarta, Selasa (9/3). Sofyan mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta mengkaji kembali PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan karena dinilai tidak cocok lagi bagi daerah pengolah migas.
"Dalam PP Nomor 104 tidak dikenal istilah daerah penghasil dan daerah pengolah. Yang ada hanya yang berasal dari wilayah daerah. Artinya, pemerintah pusat hanya memberi dana perimbangan kepada daerah penghasil migas, sementara daerah pengolah migas tidak mendapat bagian," ujar Sofyan.
Akibat undang-undang itu, daerah pengolah migas merasa diperlakukan tak adil karena tidak mendapat apa-apa dari pemerintah pusat. Padahal, kalau saja kilang LNG Badak yang ada di Bontang meledak, warga Bontang yang akan menderita.
Namun, Sofyan menegaskan, FKKDPM tidak akan mengganggu bagian yang diperoleh investor dalam pengolahan migas. Jadi, yang akan berkurang pendapatannya adalah bagian pemerintah pusat.
Sepuluh kota dan kabupaten yang tergabung dalam FKKDPM adalah Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten Cilacap, Kota Dumai, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Langkat, Kota Lhok Seumawe, Kota Palembang, Kota Prabumulih, dan Kabupaten Sorong. Kesepuluh pemerintah daerah ini yang mengajukan tuntutan.
Biaya tinggi
Sofyan yang juga Wali Kota Bontang mengeluhkan tingginya beban pengeluaran yang harus dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk pengamanan infrastruktur pengolah migas di wilayahnya. Akibatnya, setiap tahun Pemkot Bontang harus mengalokasikan dana sebesar 5 persen hingga 10 persen dari APBD sebesar Rp 400 miliar untuk aparat keamanan setempat.
Selama ini, lanjut dia, biaya pengamanan untuk lokasi daerah migas yang terdapat di kawasannya dibebankan ke pemkot. Akibatnya, Pemkot Bontang mengambil dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan warga Bontang.
Pemerintah daerah penghasil migas juga sering menghadapi sejumlah permasalahan akibat keberadaan infrastruktur pengolah migas. Misalnya, risiko yang tinggi terhadap kerusakan dan keamanan lingkungan.
Oleh karena itu, FKKDPM merasa ironis karena belum ada upaya pemerintah untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan. Sampai saat ini belum ada porsi bagian daerah. (BOY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar