Kamis, 18 Juni 2009

IPR DUA FASA dan TIGA FASA

Pada bab ini akan membahas mengenai resevoar yang memiliki fracture. Resevoar seperti itu pada umumnya ditemukan di formasi batuan limestone yang diendapkan di daerah lautan. Hal ini sangat sesuai dengan tipikal resevoar di Indonesia.Perlu dipahami bahwa dalam satu batuan bisa terdapat satu atau dua bagian, yakni:• Bagian yang mengalami perekahan.Pada bagian ini, ia memiliki permeabilitas yang tinggi namun tidak dapat menyimpan minyak.• Bagian yang tidak mengalami perekahan disebut matrix.Pada bagian ini, permeabilitas yang didapatkan tidak terlalu tinggi namun ia dapat menyimpan minyak.Sehingga dalam satu batuan dapat terjadi tiga jenis aliran fluida, yakni:• Aliran fluida dari matrix ke matrix• Aliran fluida dari rekahan ke matrix• Aliran fluida dari matrix ke rekahanDan persamaan IPR nantinya hanya akan mempresentasikan aliran fluida yang melalui matrix.

Batuan dan Mineral

Batuan adalah sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Lapisan lithosphere di bumi terdiri dari batuan. Sedangkan mineral adalah substansi yang terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi fisik dan kimia. Batuan diklasifikasikan berdasarkan mineral dan komposisi kimia, dengan tekstur partikelnya dan dengan proses terbentuknya. Maka batuan diklasifikasikan menjadi Igneous, Sedimentary dan Metamorphic. Ketiga jenis batuan ini pada proses pembentukannya saling melengkapi dan berupa siklus. Lihat gambar siklus pembentukan batuan.1. Igneous Rock (Batuan Beku), terbentuk oleh pembekuan magma dan dibagi menjadi batuan plutonic dan batuan volcanic. Plutonik atau intrusive terbentuk ketika magma mendingin dan terkristalisasi perlahan didalam crust (contohnya granite). Sedangkan volcanic atau extrusive membeku dan terbentuk pada saat magma keluar kepermukaan sebagai lava atau fragment bekuan (contohnya batu apung dan basalt).2. Sedimentary Rock (Batuan Sedimen), terbentuk karena endapan dari hasil erosi material-material batuan, organic, kimia dan terkompaksi serta tersementasi. Batuan ini terbentuk di permukaan bumi yang terdiri dari; 65% Mudrock (mudstone, shale dan siltstone); 20%-25% Sandstone dan 10%-15% Carbonate Rock (limestone dan dolostone).3. Metamorphic Rock (Batuan Metamorf), terbentuk hasil ubahan/alterasi dari mineral dan batuan lain karena pengaruh tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur yang mempengaruhi pembentukan batuan ini sangat tinggi dari pada pembentukan batuan beku dan sedimen sehingga mengubah mineral asal menjadi mineral lain.Sedangkan Mineral diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimia. Sifat fisik mineral antara lain berdasarkan:1. Struktur kristal, diamati melalui mikroskop.2. Kekerasan (Hardness), diukur berdasarkan Mohs scale (1-10) ; - Talc Mg3Si4O10(OH)2 - Gypsum CaSO4•2H2O - Calcite CaCO3 - Fluorite CaF2 - Apatite Ca5(PO4)3(OH,Cl,F) - Orthoclase KAlSi3O8 - Quartz SiO2 - Topaz Al2SiO4(OH,F)2 - Corundum Al2O3 - Diamond C (pure carbon)3. Kilap (Luster), diukur dari interaksi terhadap cahaya.4. Warna (Colour), tampak oleh mata.5. Streak 6. Cleavage 7. Fracture 8. Specific gravity 9. Lain-lain (Fluorescence, Magnetism, Radioaktivity, dll).
Mineral diklasifikasikan berdasarkan komposisi kima dengan grup anion. Berikut klasifikasinya menurut Dana :1. Silicate Class, merupakan grup terbesar. silicates (sebagian besar batuan adalah >95% silicates), yang terdiri dari silicon dan oxygen, dan dengan ion tambahan seperti aluminium, magnesium, iron, dan calcium. Contoh lain seperti feldspars, quartz, olivines, pyroxenes, amphiboles, garnets, dan micas.2. Carbonate Class, merupakan mineral yang terdiri dari anion (CO3)2- dan termasuk calcite dan aragonite (keduanya merupakan calcium carbonate), dolomite (magnesium/calcium carbonate) dan siderite (iron carbonate). Carbonate terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. Carbonate juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua/caves, stalactites dan stalagmites.Carbonate class juga termasuk mineral-mineral nitrate dan borate.3. Sulfate Class, Sulfates terdiri dari anion sulfate, SO42-. Biasanya terbentuk di daerah evaporitic yang tinggi kadar airnya perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfate dan halides berinteraksi. Contoh sulfate; anhydrite (calcium sulfate), celestine (strontium sulfate), barite (barium sulfate), dan gypsum (hydrated calcium sulfate). Juga termasuk chromate, molybdate, selenate, sulfite, tellurate, dan mineral tungstate.4. Halide Class, halides adalah grup mineral yang membentuk garam alami (salts) dan termasuk fluorite (calcium fluoride), halite (sodium chloride), sylvite (potassium chloride), dan sal ammoniac (ammonium chloride). Halides, seperti halnya sulfates, ditemukan juga di daerah evaporitic settings seperti playa lakes dan landlocked seas seperti Dead Sea dan Great Salt Lake. The halide class termasuk juga fluoride, chloride, dan mineral-mineral iodide.5. Oxide Class, Oxides sangatlah penting dalam dunia pertambangan karena bijih (ores) terbentuk dari mineral-mineral dari kelas oxide. Kelas mineral ini juga mempengaruhi perubahan Kutub Magnetic Bumi. Biasanya terbentuk dekat dengan permukaan bumi, teroksidasi dari hasil pelapukan mineral lain dan sebagai mineral asesori pada batuan beku crust dan mantle. Contoh mineral Oxides; hematite (iron oxide), magnetite (iron oxide), chromite (iron chromium oxide), spinel (magnesium aluminium oxide – mineral pembentuk mantle), ilmenite (iron titanium oxide), rutile (titanium dioxide), dan ice (hydrogen oxide). Juga termasuk mineral-mineral hydroxide.6. Sulfide Class, hampir serupa dengan Kelas Oxide, pembentuk bijih (ores). Contohnya termasuk pyrite (terkenal dengan sebutan emas palsu ‘fools’ gold), chalcopyrite (copper iron sulfide), pentlandite (nickel iron sulfide), dan galena (lead sulfide). Termasuk juga selenides, tellurides, arsenides, antimonides, bismuthinides, dan sulfosalts.7. Phosphate Class, termasuk mineral dengan tetrahedral unit AO4, A dapat berupa phosphorus, antimony, arsenic atau vanadium. Phospate yang umum adalah apatite yang merupakan mineral biologis yang ditemukan dalam gigi dan tulang hewan. Termasuk juga mineral arsenate, vanadate, dan mineral-mineral antimonate.8. Element Class, terdiri dari metal dan element intermetalic (emas, perak dan tembaga), semi-metal dan non-metal (antimony, bismuth, graphite, sulfur). Grup ini juga termasuk natural alloys, seperti electrum, phosphides, silicides, nitrides dan carbides.9. Organic Class, terdiri dari substansi biogenic; oxalates, mellitates, citrates, cyanates, acetates, formates, hydrocarbons and other miscellaneous species. Contoh lain juga; whewellite, moolooite, mellite, fichtelite, carpathite, evenkite and abelsonite

Underbalanced Drilling

Underbalanced DrillingUnderbalanced drilling (UbD) adalah metode drilling dengan menggunakan mud weight yang SGnya lebih kecil daripada tekanan formasi. Adapun fungsinya adalah untuk mencegah atau mengurangi infiltrasi mud ke formasi yang dapat merusak formasi atau pembentukan skin pada formasi. Underbalanced Drilling pada dasarnya mengebor sumur dengan menggunakan fluida, dimana densitasnya menghasilkan tekanan hidrostatis di dalam sumur yg lebih kecil daripada tekanan di formasi. Tujuan utamanya adalah meminimalkan “skin” atau formation damage, sehingga diharapkan produksi hidrokarbon akan lebih baik. Fluida yg umum digunakan bisa yang incompressible (air) atau yang compressible (angin, foam, aerated diesel, dsb). Aplikasi umumnya adalah re-entry drilling di reservoir yg mempunyai karakter:1. Sensitif, mudah damage.2. Depleted3. Highly fracturedTekanan formasi harus bisa diketahui seakurat mungkin sehingga fluida pengeboran dapat diprogram untuk mencegah kick dan juga mencegah loss circulation. densitas lumpur harus pas berada di celah antara tekanan formasi dan tekanan fracture. Pemboran underbalanced merupakan metoda pemboran dimana tekanan hidrodinamik dasar sumur didesain agar lebih kecil dibandingkan tekanan formasi. Pada kondisi itu fluida reservoir masuk ke sumur dan ikut tersirkulasi ke permukaan. Ini tentu saja akan mempengaruhi sifat fisik fluida di annulus. Sifat fisik fluida di sumur pada pemboran underbalanced tidaklah mudah untuk ditentukan. Ini dikarenakan sifat fisik fluida dipengaruhi oleh tekanan hidrodinamik dan komposisi fluida, sementara tekanan hidrodinamik juga bergantung pada sifat fisik fluida. Selain itu komposisi fluida di annulus juga bergantung pada laju influks yang juga bergantung pada tekanan. Jadi kesemuanya itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi sehingga membuat penentuan parameter transportasi cutting menjadi rumit. Untuk memecahkan masalah ini kemudian dilakukan filterasi antara tekanan, laju alir influks dan sifat fisik influks sampai didapat harga yang sesuai. Pada studi ini, pemodelan aliran underbalanced digunakan fluida foam, emulsi, oil base mud dan aerated mud sebagai fluida pemboran dengan tiga macam fluida influks, yaitu minyak, air dan gas. Kombinasi dari tipe fluida pemboran dan influks membuahkan hasil perhitungan parameter transportasi cutting dan tekanan yang bervariasi. Pada tugas akhir ini dilakukan penentuan tekanan hidrodinamik pada operasi horizontal coiled tubing underbalanced drilling, sifat fisik fluida campuran, dan parameter transportasi cuttingnya. Selain itu dilakukan juga penentuan pengaruh beberapa faktor seperti ukuran coiled tubing, ukuran lubang, jenis fluida pemboran, dan Jenis influks terhadap pengangkatan cutting.Salah satu contoh di daerah jatibarang, Berdasarkan data-data geologi dan reservoir, dapat disimpulkan bahwa tekanan formasi dilapisan Vulkanik Jatibarang telah mengalami penuruan gradien tekanan yang mana telah berada dibawah gradien tekanan abnormal. Dalam melakukan pemboran dengan air saja sudah akan menghasilkan tekanan hidridinamik diatas tekanan formasi, inilah penyebab hilangnya sirkulasi saat pemboran berlangsung. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut menggunakan pemboran underbalanced, dengan prinsip kerja yaitu tekanan kolom hidrodinamik lebih kecil Dibandingkan tekanan formasi.Untuk mengatasi hilang sirkulasi yang terjadi pada pemboran menembus lapisan Vulkanik yang mengandung rekahan-rekahan alam dipergunakanlah gas untuk menurunkan berat dari sistim fluida pemboran. Dilakukan dengan cara menginjeksikan gas kedalam fluida dasar (fresh water). Pemboran underbalanced menggunakan fluida dengan sistim dua fasa (air dan gas) atau dikenal dengan gasfield system. Anallisa yang dilakukan terhadap sistim fluida pemboran ini untuk mengetahui keberhasilan dalam sistim pengangkatan terhadap cutting yang dipengaruhi oleh beberapa parameter yang berhubungan erat dengan tekanan dan temperatur dan supaya memperoleh laju Pemboran yang sangat baik. Hasil analisa pengangkatan cutting pada pemboran underbalanced berguna untuk mengindentifikasi baik atau tidaknya pengangkatan cutting dan juga untuk merencanakan operasi pengangkatan cutting pada masa yang akan datang, supaya dapat memperoleh laju alir fluida yang optimal. (Khairani)

Oil Base Mud Cutting Sample

Oil Base Mud Cutting Sample

Pipa Minyak Pertamina di Riau Bocor

Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

-->Siak - Pipa minyak PT Bumi Siak Pusako Pertamina mengalami kebocoran. Pipa tersebut merupakan pipa utama yang mengalirkan minyak mentah dari ladang minyak di Kabupaten Siak ke Pertamina Dumai.Pipa utama ini bocor di lokasi ladang Minyak Zamrud Km 64 Kec Dayun Kabupaten Siak, Riau. Kebocoran diketahui pukul 18.30 WIB. Kamis(21/5/2009). Pantauan detikcom, minyak membanjiri jalan raya. Di lokasi saat ini ada 6 mobil tanki penyedot minyak di lokasi ini. Lokasi bocornya minyak hanya berjarak 70 meter dari perumahan warga. Diketahui kebocoran berasal dari sambungan antar pipa.Ratusan warga berkerumun untuk menyaksikan peristiwa ini. Sementara itu, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan. Jalan ke lokasi ditutup oleh keamanan perusahaan. Wartawan pun dilarang mendekat(rdf/rdf)

Petroleum engineering

Petroleum engineering is an engineering discipline concerned with the subsurface activities related to the production of hydrocarbons, which can be either crude oil or natural gas. These activities are deemed to fall within the upstream sector of the oil and gas industry, which are the activities of finding and producing hydrocarbons. (Refining and distribution to a market are referred to as the downstream sector.) Exploration, by earth scientists, and petroleum engineering are the oil and gas industry's two main subsurface disciplines, which focus on maximizing economic recovery of hydrocarbons from subsurface reservoirs. Petroleum geology and geophysics focus on provision of a static description of the hydrocarbon reservoir rock, while petroleum engineering focuses on estimation of the recoverable volume of this resource using a detailed understanding of the physical behavior of oil, water and gas within porous rock at very high pressure.
The combined efforts of explorationists and petroleum engineers throughout the life of a hydrocarbon accumulation determine the way in which a reservoir is developed and depleted, and usually they have the highest impact on field economics. Petroleum engineering requires a good knowledge of many other related disciplines, such as geophysics, petroleum geology, formation evaluation (well logging), drilling, economics, reservoir simulation, well engineering, artificial lift systems, and oil & gas facilities engineering.
Contents[hide]
1 Overview
2 Types
3 See also
4 External links
5 References
//

[edit] Overview
Petroleum engineering has become a technical profession that involves extracting oil in increasingly difficult situations as the "low hanging fruit" of the world's oil fields are found and depleted. Improvements in computer modeling, materials and the application of statistics, probability analysis, and new technologies like horizontal drilling and enhanced oil recovery, have drastically improved the toolbox of the petroleum engineer in recent decades.
As mistakes may be measured in millions of dollars, petroleum engineers are held to a high standard. Deep-water operations can arguably be compared to space travel in terms of technical challenges. Arctic conditions and conditions of extreme heat have to be contended with. High Temperature and High Pressure (HTHP) environments that have become increasingly commonplace in today's operations require the petroleum engineer to be savvy in topics as wide ranging as thermo-hydraulics, geomechanics, and intelligent systems.
Petroleum engineers must implement high technology plans with manpower and high coordination, often in dangerous conditions. The drilling rig crew and machines they use become the remote partner of the petroleum engineer in implementing every drilling program. Understanding and accounting for the issues and communication challenges of building these teams remain just as vital to the petroleum engineer as ever.
The Society of Petroleum Engineers is the largest professional society for petroleum engineers and publishes much information concerning the industry. Petroleum engineering education is available at 17 universities in the United States and many more throughout the world - primarily in oil producing states - but not only top producers, and some oil companies have considerable in house petroleum engineering training classes.
Petroleum engineers have historically been one of the highest paid engineering disciplines; this is offset by a tendency for mass layoffs when oil prices decline. According to a survey published in September 2007 the average income is USD $122,458. In a June 4th, 2007 article, Forbes.com reported that Petroleum Engineering was the 24th best paying job in the United States.[1]

[edit] Types

Cekungan samudera

Cekungan samudera dapat berada di manapun di bumi yang ditutupi oleh air laut, tetapi secara geologi, cekungan samudera adalah cekungan geologi yang berada dibawah laut. Secara geologi, fitur geomorfologi seperti palung dan pegunungan bawah laut yang bukan bagian dari cekungan laut, sementara secara hidrologi, cekungan laut termasuk fitur gemorfologi.
Samudera Atlantik dan samudera Arktik adalah salah satu contoh cekungan samudera aktif, sementara laut Tengah menciut. Samudera Pasifik juga cekungan aktif yang menyusut walaupun memiliki palung laut dan penggung bukit laut yang menyebar. Teluk Meksiko adalah salah satu cekungan samudera yang sudah tidak aktif. Contoh lainnya adalah laut Jepang dan laut Bering.

Pemkab Tagih Pajak Migas

INDRAMAYU (SINDO) – Pemkab Indramayu kembali menagih pajak pengolahan migas (PPM) ke PT Pertamina, setelah proses penagihan pajak selama enam tahun terakhir sempat mandek.
Pemkab mendesak pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan pembayaran pajak migas dari daerah penghasil migas, seperti Kabupaten Indramayu. Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin menjelaskan, pajak pengolahan migas hingga kini belum terealisasi. ”Berbagai upaya telah dilakukan, tapi hasilnya tetap saja deadlock,” ujarnya kemarin. Meski tersendat, sesuai Perda No 25/2002 tentang Pengolahan Migas, hal itu masih tetap berlaku. Artinya, tagihan pajak pengolahan migas masih terhitung hingga saat ini. Berdasarkan perhitungan terakhir per Juli 2008, jumlah tagihan pajak pengolahan migas mencapai Rp240 miliar. Anggota Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Indramayu Abdul Rozak Muslim berharap pemerintah pusat mengambil alih proses pajak pengolahan migas yang saat ini masih terkesan tarik ulur. ”Harus ada tindak lanjut dari pemerintah pusat untuk memastikan efektivitas penagihan pajak migas,” ungkapnya. Menurut dia, sebenarnya tagihan PPM ke PT Pertamina telah masuk ke meja empat menteri, yakni Menteri Keuangan, Menteri BU MN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ES DM) dan Menteri Dalam Negeri sejak 2006 lalu.Namun, hingga kini belum ada keputusan final tentang realisasi pembayaran pajak migas ke kas daerah. Anggota Fraksi PDIP Ruwadi Budiman meminta Pemkab Indramayu kembali proaktif melakukan pendekatan dengan PT Pertamina dan departemen terkait untuk menagih PPM selama enam tahun terakhir. ”Eksekutif harus kembali proaktif menagih, sebab perda yang diterbitkan tetap sah,”ucap- Ruwadi. Sebelumnya Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah akan kembali mengkaji PPM yang dihasilkan daerah penghasil migas. Terlebih dulu,Perda PPM akan dikonsultasikan dengan Depdagri, apakah peraturan tidak melangkahi aturan yang lebih tinggi seperti undang- undang atau keputusan Presiden (Keppres).
Tomi Indra

Gara-gara Limbah Industri, PLTA Saguling Terganggu

Jakarta, Kompas - Forum Komunikasi dan Konsolidasi Daerah Pengolah Migas (FKKDPM) meminta bagian dari hasil pajak yang diperoleh pemerintah dari pengolahan minyak dan gas. Alasan dari tuntutan tersebut, karena daerah pengolah migas memberikan kontribusi dan menanggung risiko yang sangat besar.
Demikian diutarakan Ketua FKKDPM Sofyan Hasdam di Jakarta, Selasa (9/3). Sofyan mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta mengkaji kembali PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan karena dinilai tidak cocok lagi bagi daerah pengolah migas.
"Dalam PP Nomor 104 tidak dikenal istilah daerah penghasil dan daerah pengolah. Yang ada hanya yang berasal dari wilayah daerah. Artinya, pemerintah pusat hanya memberi dana perimbangan kepada daerah penghasil migas, sementara daerah pengolah migas tidak mendapat bagian," ujar Sofyan.
Akibat undang-undang itu, daerah pengolah migas merasa diperlakukan tak adil karena tidak mendapat apa-apa dari pemerintah pusat. Padahal, kalau saja kilang LNG Badak yang ada di Bontang meledak, warga Bontang yang akan menderita.
Namun, Sofyan menegaskan, FKKDPM tidak akan mengganggu bagian yang diperoleh investor dalam pengolahan migas. Jadi, yang akan berkurang pendapatannya adalah bagian pemerintah pusat.
Sepuluh kota dan kabupaten yang tergabung dalam FKKDPM adalah Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten Cilacap, Kota Dumai, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Langkat, Kota Lhok Seumawe, Kota Palembang, Kota Prabumulih, dan Kabupaten Sorong. Kesepuluh pemerintah daerah ini yang mengajukan tuntutan.
Biaya tinggi
Sofyan yang juga Wali Kota Bontang mengeluhkan tingginya beban pengeluaran yang harus dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk pengamanan infrastruktur pengolah migas di wilayahnya. Akibatnya, setiap tahun Pemkot Bontang harus mengalokasikan dana sebesar 5 persen hingga 10 persen dari APBD sebesar Rp 400 miliar untuk aparat keamanan setempat.
Selama ini, lanjut dia, biaya pengamanan untuk lokasi daerah migas yang terdapat di kawasannya dibebankan ke pemkot. Akibatnya, Pemkot Bontang mengambil dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan warga Bontang.
Pemerintah daerah penghasil migas juga sering menghadapi sejumlah permasalahan akibat keberadaan infrastruktur pengolah migas. Misalnya, risiko yang tinggi terhadap kerusakan dan keamanan lingkungan.
Oleh karena itu, FKKDPM merasa ironis karena belum ada upaya pemerintah untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan. Sampai saat ini belum ada porsi bagian daerah. (BOY)

Daerah Pengolah Migas Tuntut Bagian Pajak

jakarta, Kompas - Forum Komunikasi dan Konsolidasi Daerah Pengolah Migas (FKKDPM) meminta bagian dari hasil pajak yang diperoleh pemerintah dari pengolahan minyak dan gas. Alasan dari tuntutan tersebut, karena daerah pengolah migas memberikan kontribusi dan menanggung risiko yang sangat besar.
Demikian diutarakan Ketua FKKDPM Sofyan Hasdam di Jakarta, Selasa (9/3). Sofyan mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta mengkaji kembali PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan karena dinilai tidak cocok lagi bagi daerah pengolah migas.
"Dalam PP Nomor 104 tidak dikenal istilah daerah penghasil dan daerah pengolah. Yang ada hanya yang berasal dari wilayah daerah. Artinya, pemerintah pusat hanya memberi dana perimbangan kepada daerah penghasil migas, sementara daerah pengolah migas tidak mendapat bagian," ujar Sofyan.
Akibat undang-undang itu, daerah pengolah migas merasa diperlakukan tak adil karena tidak mendapat apa-apa dari pemerintah pusat. Padahal, kalau saja kilang LNG Badak yang ada di Bontang meledak, warga Bontang yang akan menderita.
Namun, Sofyan menegaskan, FKKDPM tidak akan mengganggu bagian yang diperoleh investor dalam pengolahan migas. Jadi, yang akan berkurang pendapatannya adalah bagian pemerintah pusat.
Sepuluh kota dan kabupaten yang tergabung dalam FKKDPM adalah Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten Cilacap, Kota Dumai, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Langkat, Kota Lhok Seumawe, Kota Palembang, Kota Prabumulih, dan Kabupaten Sorong. Kesepuluh pemerintah daerah ini yang mengajukan tuntutan.
Biaya tinggi
Sofyan yang juga Wali Kota Bontang mengeluhkan tingginya beban pengeluaran yang harus dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk pengamanan infrastruktur pengolah migas di wilayahnya. Akibatnya, setiap tahun Pemkot Bontang harus mengalokasikan dana sebesar 5 persen hingga 10 persen dari APBD sebesar Rp 400 miliar untuk aparat keamanan setempat.
Selama ini, lanjut dia, biaya pengamanan untuk lokasi daerah migas yang terdapat di kawasannya dibebankan ke pemkot. Akibatnya, Pemkot Bontang mengambil dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan warga Bontang.
Pemerintah daerah penghasil migas juga sering menghadapi sejumlah permasalahan akibat keberadaan infrastruktur pengolah migas. Misalnya, risiko yang tinggi terhadap kerusakan dan keamanan lingkungan.
Oleh karena itu, FKKDPM merasa ironis karena belum ada upaya pemerintah untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan. Sampai saat ini belum ada porsi bagian daerah. (BOY)

Bioenergy

Bioenergy is renewable energy made available from materials derived from biological sources. In its most narrow sense it is a synonym to biofuel, which is fuel derived from biological sources. In its broader sense it includes biomass, the biological material used as a biofuel, as well as the social, economic, scientific and technical fields associated with using biological sources for energy. This is a common misconception, as bioenergy is the energy extracted from the biomass, as the biomass is the fuel and the bioenergy is the energy contained in the fuel. [1]
Biomass is any organic material which has stored sunlight in the form of chemical energy. As a fuel it may include wood, wood waste, straw, manure, sugar cane, and many other byproducts from a variety of agricultural processes.

TEORI TERBENTUKNYA RESERVOIR MIGAS

Minyak dan gas bumi trebentukdari binatang-binatang purba yang tertimbun dalam tanah yang kemudian terendapkan baik pada lingkungan pengendapan darat, laut maupun transisi. Seiring dengan perjalanan waktu sisa-sisa binatang purba tersebut akan menjadi proses pematangan menjadi migas dalam batuan induk, kemudian akan bermigrasi sampai terperangkap ke dalamsuatu sistem reservoir dan terakumulasi disana.Dalam mendapatkan tempat terakumulasinya migas dibawah permukaan, kita harus mencari struktur antiklin dari lapisan / cekungan suatu wilayah/ daerah.Anticlinal Theory (Teori Antiklin) : Teori tentang akumulasi minyak, gas , dan air pada lapisan cembung dalam tatanan tertentu (air paling bawah) asalkan strukturnya mengandung batuan reservoir, yang berhubungan baik dengan batuan induk, dan ditutupi dengan batuan tudung.Anticlinal Trap (Perangkap Antiklin) : Lapisan dalam struktur antiklin tempat akumulasi hidrokarbon.Anticline (Antiklin) : Konfigurasi geologis yang lapisan-lapisan batuan sedimennya terlipat dan membentuk struktur yang cembung

US Patent 6547964 - Mud tank cleaning system

AbstractA mud tank cleaning system, is formed from a mud tank having confining walls. An opening is provided in the confining walls of the mud tank. A removable cover is mounted on the mud tank over the opening. A sweep is mounted in the mud tank and is operable to sweep mud in the mud tank towards the opening in the confining walls. A sweep drive mechanism is operably connected to the sweep for operating the sweep. A hydrovac vehicle is formed of a frame mounted on wheels, a mud tank mounted on the frame, a water tank mounted on the frame, a water pump mounted on the frame and hydraulically connected to the water tank to pump water from the water tank for use in hydrovac operations, a blower mounted on the frame and connected by lines to the mud tank for removing fluids from the mud tank; and a boom line mounted on the mud tank for conveying fluidized materials to the mud tank. The mud tank and water tank share a common wall, and any one or more of the mud tank, water tank, blower and water pump are bolted directly to the frame.

Geothermal Energy

Geothermal energy is the heat from the Earth. It's clean and sustainable. Resources of geothermal energy range from the shallow ground to hot water and hot rock found a few miles beneath the Earth's surface, and down even deeper to the extremely high temperatures of molten rock called magma.
Almost everywhere, the shallow ground or upper 10 feet of the Earth's surface maintains a nearly constant temperature between 50° and 60°F (10° and 16°C). Geothermal heat pumps can tap into this resource to heat and cool buildings. A geothermal heat pump system consists of a heat pump, an air delivery system (ductwork), and a heat exchanger-a system of pipes buried in the shallow ground near the building. In the winter, the heat pump removes heat from the heat exchanger and pumps it into the indoor air delivery system. In the summer, the process is reversed, and the heat pump moves heat from the indoor air into the heat exchanger. The heat removed from the indoor air during the summer can also be used to provide a free source of hot water.

The Earth's heat-called geothermal energy-escapes as steam at a hot springs in Nevada. Credit: Sierra Pacific
In the United States, most geothermal reservoirs of hot water are located in the western states, Alaska, and Hawaii. Wells can be drilled into underground reservoirs for the generation of electricity. Some geothermal power plants use the steam from a reservoir to power a turbine/generator, while others use the hot water to boil a working fluid that vaporizes and then turns a turbine. Hot water near the surface of Earth can be used directly for heat. Direct-use applications include heating buildings, growing plants in greenhouses, drying crops, heating water at fish farms, and several industrial processes such as pasteurizing milk.
Hot dry rock resources occur at depths of 3 to 5 miles everywhere beneath the Earth's surface and at lesser depths in certain areas. Access to these resources involves injecting cold water down one well, circulating it through hot fractured rock, and drawing off the heated water from another well. Currently, there are no commercial applications of this technology. Existing technology also does not yet allow recovery of heat directly from magma, the very deep and most powerful resource of geothermal energy.
Many technologies have been developed to take advantage of geothermal energy - the heat from the earth. NREL performs research to develop and advance technologies for the following geothermal applications:
Geothermal Electricity Production
Generating electricity from the earth's heat. [learn more]
Geothermal Direct Use
Producing heat directly from hot water within the earth. [learn more]
Geothermal Heat Pumps
Using the shallow ground to heat and cool buildings. [learn more]

Mud tank

A mud tank is an open-top container, typically made of steel, used as a reserve store for the active circulation of the drilling fluid on a drilling rig. They are often called mud pits, which comes from the fact that they used to be nothing more than pits dug out of the earth.
The tanks are commonly open-top and will have walkways on top of them to allow traversing and visual observation of the drilling fluid and to monitor the level of fluid in the tanks. The walkways also allow access to other equipment mounted on top of the mud tanks. More recent offshore drilling rigs will have closed in tanks for safety.
For a typical petroleum drilling rig there are normally 2 tanks. Each tank is sectioned off into smaller separate compartments designed for more specific purposes, such as a settling tank (sometimes called a sand trap), used to allow solids such as sand to settle out of the drilling fluid before it flows into the next compartment. Other compartments will have agitators (which are large fan blades) that stir the fluid to prevent the chemical constituents of the drilling fluid from settling out.

Jejak Sumur Minyak Pertama di Indonesia

Sebuah pertempuran hebat berlangsung di laut lepas antara Semenanjung Melayu dan pantai Aceh sekitar abad enam belas. Saling berhadapan, antara pejuang pejuang Aceh dan armada Portugis pimpinan Laksamana Alfonso D’Albuquerque yang berencana mendarat ke Aceh dalam rangka ekspansi pencarian rempah-rempah. Bola-bola api berterbangan dari kapal-kapal milik pejuang Aceh. Api pun membakar dua kapal Portugis, dan tenggelam!Bola-bola api yang menjadi senjata utama rakyat Aceh dalam peperangan di laut tersebut, adalah gumpalan kain yang telah dicelupkan ke dalam cairan minyak bumi. Setelah dinyalakan, lantas dilentingkan ke arah kapal Portugis itu.Sebuah catatan lain menyebutkan, pada tahun 972 telah datang utusan kerajaan Sriwijaya ke negeri Cina. Utusan Sriwijaya itu membawa beragam cinderamata sebagai tanda persahabatan, termasuk juga membawa berguci-guci minyak bumi yang khusus dihadiahkan untuk Kaisar Cina.Oleh orang Cina dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit dan rematik. Begitu juga dengan nenek moyang kita, di samping memakai cairan itu sebagai bahan bakar lampu penerang, pun memakainya untuk obat terhadap gigitan serangga, penyakit kulit dan beragam penyakit lain.
Kisah heroik pejuang Aceh dan muhibah utusan Sriwijaya tadi, merupakan kisah tentang awal mula diketahui adanya minyak bumi di Indonesia. Tetapi sejarah perminyakan di Indonesia, tidak terjadi Aceh atau Sumatera Selatan tempat Kerajaan Sriwijaya berada. Justru Sumatera Utara yang beruntung mencatat sejarah sebagai daerah tempat sumur minyak pertama ditemukan.Persisnya sumur minyak pertama itu berada di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, sekitar 110 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumatera Utara.Desa Telaga Said sendiri merupakan sebuah desa kecil yang, berada dalam areal perkebunan kelapa sawit. Pekerjaan utama masyarakatnya adalah buruh perkebunan. Dengan tingkat penghasilan yang rendah, maka dapat dikatakan taraf penghidupan ekonomi di desa ini rendah.Tugu 100 TahunPerjalanan menuju lokasi sumur minyak pertama di Desa Telaga Said, cukup melelahkan. Dari Medan butuh waktu dari Medan menuju Pangkalan Brandan, salah satu kecamatan utama Kabupaten Langkat. Dari Brandan ini, jarak perjalanan sekitar 20 kilometer lagi menuju Desa Telaga Said, melewati perkebunan sawit dan karet.Memasuki jalanan desa, kesunyian mulai terasa. Kendaraan jarang berlalu-lalang. Lantas pada sebuah pertigaan, sebuah tugu akan terlihat agak mencolok di sebelah kiri jalan. Tugu itu adalah peringatan 100 tahun perminyakan Indonesia.Tugu itu sendiri berbentuk semi silinder dengan tinggi sekitar dua meter, yang dibalut dengan marmer hitam. Pada bagian tengah tugu, di bawah logo Pertamina, terdapat tulisan, “Telaga Tunggal 1885 -1985”. Prasasti yang terdapat di sebelahnya bertuliskan, Tugu Peringatan 100 Th Industri Perminyakan Indonesia. Diresmikan Tgl 4 Oktober 1985, oleh Ir Suyetno Patmosukismo, Pimpinan Umum Daerah Pertamina Sumatera Bagian Utara.Pada satu sisi, tugu minyak ini menjadi pertanda sumur minyak pertama sudah semakin dekat. Tetapi pada sisi lain, juga menandakan, akan segera berakhirnya jalan beraspal hotmix. Sekitar 20 menit berikutnya, memasuki tikungan yang ke kiri, jalan yang akan dilalui sudah tidak beraspal lagi karena telah tergerus. Debu beterbangan saat mobil melintas. Hujan sehari sebelumnya membentuk kolam-kolam kecil di tengah jalan.Lokasi sumur minyak pertama itu sendiri dapat ditemui setelah berjalan kaki sekitar 200 meter dari lokasi tempat mobil dapat diparkirkan. Berjalan agak menanjak sedikit, selanjutnya akan didapati sebuah plang yang menjelaskan tentang riwayat singkat sumur pertama tersebut.“Di sini telah dibor sumur penghasil pertama di Indonesia. Nama Sumur Telaga Tunggal. Ditajak 15 Juni 1885. Kedalaman 121 meter. Hasil minyak 180 barrel perhari dari lima lapisan batu pasir dengan formasi baong. Lapangan ditinggalkan tahun 1934.”Dekat plang itu akan ditemukan ujung poipa besi bekas aliran minyak. Pipa itu terselebung semak belukar, pertanda areal ini memang tidak dirawat sebagaimana mestinya. Sebuah gundukan tanah terlihat di dekatnya. Gundukan itu diyakini sebagai kuburan Said, yakni petugas pengeboran yang hilang sewaktu melakukan pekerjaannya membangun sumur minyak pertama. Kuburan itu dikeramatkan, dan beberapa warga mengaku pernah melihat rambut Said di sekitar sumur itu.Andil Aeliko Janszoon ZijlkerPenemu sumur minyak pertama ini adalah seorang warga Belanda bernama Aeliko Janszoon Zijlker. Dia ahli perkebunan tembakau pada Deli Tobacco Maatschappij, perusahaan perkebunan yang ada di daerah ini pada masa itu. Penemuan itu sendiri merupakan buah perjalanan waktu dan ketabahan yang mengagumkan. Prosesnya dimulai setelah Zijlker mengetahui adanya kemungkinan kandungan minyak di daerah tersebut.Lantas dia menghubungi sejumlah rekannya di Belanda untuk mengumpulkan dana guna melakukan eksplorasi minyak di Langkat. Begitu dana diperoleh, perizinan pun diurus. Persetujuan konsesi dari Sultan Langkat masa itu, Sultan Musa, diperoleh pada 8 Agustus 1883.Tak membuang waktu lebih lama, eksplorasi pertama pun segera dilakukan Zijlker. Tetapi bukan di tempat sumur minyak pertama itu, melainkan di daerah yang belakangan disebut sebagai sumur Telaga Tiga. Memang dari proses pengeboran di Telaga Tiga diperoleh minyak mentah (crude oil), tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Hingga tanggal 17 November 1884, setelah pengeboran berlangsung sekitar dua bulan, minyak yang diperoleh hanya sekitar 200 liter. Semburan gas yang cukup tinggi dari sumur Telaga Tiga, membuyarkan harapan untuk mendapatkan minyak yang banyak.Namun Zijlker dan kawan-kawan tidak berhenti sampai di situ. Mereka kemudian mengalihkan kegiatannya ke daerah konsesinya yang berada di sebelah timur. Untungnya memang konsesi yang diberikan Sultan Musa cukup luas, mencakup wilayah pesisir Sei Lepan, Bukit Sentang sampai ke Bukit Tinggi, Pangkalan Brandan, sehingga bisa mencari lebih banyak titik pengeboran.Pilihan kedua jatuh ke Desa Telaga Said. Di lokasi kedua ini, pengeboran mengalami sedikit kesulitan karena struktur tanah lebih keras jika dibandingkan dengan struktur tanah di Telaga Tiga. Usaha memupus rintangan struktur tanah yang keras itu, akhirnya membuahkan hasil. Saat pengeboran mencapai kedalaman 22 meter, berhasil diperoleh minyak sebanyak 1.710 liter dalam waktu 48 jam kerja. Saat mata bor menyentuh kedalaman 31 meter, minyak yang dihasilkan sudah mencapai 86.402 liter! Jumlah itu terus bertambah hingga pada 15 Juni 1885, ketika pengeboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba muncul semburan kuat gas dari dalam berikut mintak mentah dan material lainnya dari perut bumi. Sumur itu kemudian dinamakan Telaga Tunggal I.Penemuan sumur minyak pertama di Nusantara ini berjarak sekitar 26 tahun dari penemuan sumur minyak komersial pertama di dunia pada 27 Agustus 1859 di Titusville, negara bagian Pennsylvania, yang diprakarsai Edwin L. Drake dan William Smith dari Seneca Oil Company.Bukan yang PertamaAeliko Janszoon Zijlker memang bukan orang pertama yang melakukan pengeboran minyak di Indonesia. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan dengan Zijlker, seorang Belanda lainnya Kolonel Drake, juga tengah melakukan pencarian ladang minyak di Pulau Jawa, namun Zijlker mendahuluinya. Jauh sebelum itu, pada tahun 1871, seorang Belanda lainnya, Jan Reerink menjadi orang pertama yang membor bumi Nusantara untuk mencari emas hitam. kendatipun usahanya tidak berhasil. Reerink mencoba peruntungannya di Cibodas Tangat, Kecamatan Majalengka, Jawa Barat. Karena kurang pengalaman dan peralatan yang minim pemboran hanya berhasil mencapai kedalaman 33 meter. Tahun 1872 pemboran dihentikan karena banyaknya longsoran tanah.Pemboran di lokasi kedua yang jaraknya sekitar semeter dari lubang pemboran pertama, berhasil menemukan minyak pada kedalaman mencapai 22 meter. Namun sepanjang tahun 1872 itu, mimnyak yang berhasil ditemukan tak lebih dari 6.176 kilogram saja. Usaha itu dinyatakan gagal total pada 16 Desember 1974, setelah berkali-kali gagal.Namun kegagalan itu akhirnya dituntaskan Zijlker. Semburan minyak dari Sumur Telaga I jadi momentum pertama keberhasilan penambangan minyak di Indonesia. Nama Aeliko Janszoon Zijlker pun tercatat dalam Sejarah Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, sebagai penemu sumur minyak pertama dalam sejarah perminyakan di Indonesia yang telah berberusia 119 tahun hingga saat ini.Telaga Tunggal I itu sendiri akhirnya akhirnya berhenti operasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij (BPM).

POTENSI DAERAH

Kekayaan Tambang dan Energi Sarolangun
Potensi kekayaan sumber daya alam pertambangan dan energi di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, belum banyak dieksploitasi untuk dijadikan pemasukan pendapatan daerah dan masyarakat.
Potensi tambang dan energi kabupaten baru itu, yang belum dimanfaatkan optimal, seperti batu bara, emas, tembaga, biji besi, bahan baku semen, dan pasir kuarsa, kata Bupati Sarolangun Hasan Basri Agus di Jambi, Sabtu (21/7).
Jika potensi itu sejak dulu digarap mungkin kabupaten itu sudah maju dan tidak tertinggal seperti sekarang yang masih banyak memiliki desa-desa tertinggal dan pendidikan masyarakat rendah.
Kabupaten Sarolangun dibentuk pada 1999 berdasarkan UU No 54/1999 dengan jumlah penduduk 198.822 jiwa juga memiliki potensi minyak bumi 23 juta ton barel dan kini digarap 2.000 barel per hari.
Sedangkan cadangan batubara sebanyak 800 juta ton dengan kalori 5.000 hingga 6.000 kkal/gram, serta kandungan bahan baku semen 140 juta ton.
Melihat dari ketersediaan potensi sumber daya alam sebenarnya sangat menjanjikan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi kenyataan dihadapkan berbagai masalah keterbatasan infrastruktur, dan masyarakat masih tertumpu di sektor pertanian.
Sebab itu Pemkab Sarolangun sampai kini terus mencari investor asing untuk menggarap potensi migas. Saat ini yang telah masuk yaitu Petrochina, dan BWP Meruap.
Sementara penggarapan batubara kini terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik di luar Jambi, serta kebutuhan lokal. (kapanlagi.com)
Kembangkan Tanaman Nilam 150 Hektar
Pemerintah Kabupaten Sarolangun meningkatkan pengembangan tanaman nilam yang kini sudah mencapai 150 hektar, yang diusahakan oleh para petani yang bermukim di kawasan Bukit Barisan.Bupati Sarolangun, Hasan Basri Agus di Jambi, Sabtu (28/7) mengemukakan, animo warga Kecamatan Batang Asai untuk mengembangkan tanaman bahan baku minyak wangi itu kini terus berkembang.
Awalnya tanaman itu dikembangkan di areal puluhan hektar, namun kini warga sudah menyiapkan lahan seluas 150 hektar untuk ditanami nilam.
Warga yang mengembangkan tanaman nilam itu juga sudah membentuk kelompok tani, dan kini mereka mengajukan bantuan bibit pada pemerintah atau instansi terkait.
Dalam 100 kg daun kering nilam, 30% di antaranya menghasilkan sari pati minyak untuk dijadikan bahan baku minyak wangi, kosmetik dan lainnya.
Umur panen tanaman nilam itu selama delapan bulan, dan kini harga minyak mencapai Rp250 ribu per kg hingga Rp300 ribu/kg, sehingga cukup membangkitkan semangat warga terutama yang bermukim di daerah itu.
Tujuan pemerintah Kabupaten Sarolangun untuk mengembangkan tanaman nilam di sisi Bukit Barisan juga dalam upaya menjaga kelestarian hutan, agar warga yang bermata pencaharian sebagai penebang liar dapat diarahkan mengembangkan tanaman tersebut.
Instansi terkait diperintahkan untuk mengerahkan tenaga penyuluhnya membantu dan membina petani dalam mengembangkan tanaman nilam tersebut, bila perlu membangun pabrik penyulingan, yang selama ini dilakukan di Bengkulu dan Sumatera barat. (kapanlagi.com)
INVENTARISASI BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DI KABUPATEN SAROLANGUN(Edie Kurnia Djunaedi, Yuman, Yunizar)Kelompok Program Penelitian Konservasi
S A R IDalam rangka optimalisasi pemanfaatan bahan galian perlu dilakukan penerapan konservasi bahan galian, sehingga tidak menyebabkan pemborosan atau penyia-nyiaan bahan galian di berbagai tahapan kegiatan. Disamping itu dalam pengelolaan sumber daya mineral juga perlu perumusan konservasi untuk kepentingan penelitian, cagar alam geologi/laboratorium alam dan cadangan bagi generasi yang akan datang.Dalam mendukung upaya tersebut di atas, tim dari Pokja Konservasi Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan Inventarisasi Bahan Galian Pada Bekas Tambang di Daerah Kabupaten Sarolangun, JambiPotensi bahan galian di daerah kabupaten Sarolangun, terdiri dari : Batubara, Emas,Batugamping, Granit, Pasir kuarsa, Pasir sungai, Lempung, Minyak bumi, Biji besi, Zirkon, Timbal, Tembaga, Marmer, Kaolin, Fosfat dan Bentonit. (Bappeda kab.Sarolangun,2002 dan Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi, kab Sarolangun,2006)Bahan galian tersebut diatas pada umumnya dikelola oleh beberapa perusahaan, tahapannya masih dalam penyelidikan umum sampai dengan eksplorasi. Perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi pada saat ini PT. Bina Wahana Meruap bumi dan PT.Petro China yang melaksanakan penambangan minyak bumi dan PT. Sungai Belati Coal yang menambang batubara.Bahan galian pada bekas tambang yang ada di kabupaten Sarolangun hanya bekas-bekas tambang emas tanpa izin (PETI).Kegiatan penambangan ini telah lama dilakukan oleh beberapa keluarga secara turun temurun. Sebelumnya masyarakat hanya menambang dengan cara mendulang, namun kini dengan masuknya pendatang bekerjasama dengan penduduk setempat dan seiring kemajuan teknologi, kegiatan penambangan telah menggunakan mesin ‘Dompeng’. Kegiatan penambangan dilakukan terutama pada daerah-daerah sekitar Sungai Batang Asai, Sungai Tembesi, Sungai Selembau, Sungai Limun dan Sungai Batang Rebah.Jumlah sumber daya hipotetik emas aluvial yang masih tersisa di Blok.1 kecamatan Batang Asai 63.148 kg. Blok.2. kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun 280.720 kg kg, Blok.3. Desa Teluk Rendah, Kp Tujuh, Kecamatan Limun 32.351 kg dan Blok.4 Desa Ranggo,Kecamatan Limun 32.222 kg.Potensi bahan galian lain pasir kuarsa, zirkon dan mineral ikutan pada proses pengolahan emas aluvial di daerah inventarisasi kurang lebih 0,6 % dari jumlah potensi aluvial.PENDAHULUAN
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan bahan galian perlu dilakukan penerapan konservasi bahan galian, sehingga tidak menyebabkan pemborosan atau penyia-nyiaan bahan galian di berbagai tahapan kegiatan. Disamping itu dalam pengelolaan sumber daya mineral juga perlu perumusan konservasi untuk kepentingan penelitian, cagar alam geologi/laboratorium alam dan cadangan bagi generasi yang akan datang.Dalam mendukung upaya tersebut di atas, tim dari Pokja Konservasi Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan Inventarisasi Bahan Galian Pada Bekas Tambang di Daerah Sarolangun, JambiSecara geografis daerah ini terletak antara 102° 03’39” sampai 103° 17’13” Bujur Timur dan 01° 53’ 39” sampai 02° 46’24” Lintang Selatan. (Gambar1).
POTENSI BAHAN GALIAN1. GeologiGeologi daerah kegiatan di kabupaten Sarolangun telah diteliti oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, dengan hasil dengan hasil berupa Peta Geologi Lembar Sarolangun Sumatra, Sekala 1:250.000, oleh N. Suwarna, Suharsono, S.Gafoer,T.C.Amin, Kusnama dan Hermanto, tahun 1992 (Gambar 2).Fisiografi bagian barat daerah kabupaten Sarolangun ditempati oleh pegunungan Barisan, dicirikan oleh topografi yang kasar, tersusun dari batuan sedimen malihan dan batuan beku yang terpotong oleh lembah-lembah yang dikontrol oleh sesar. Ketinggian berkisar antara 320 meter sampai lebih dari 2380 meter di atas permukaan laut dengan lereng yang curam yang tertutup rapat hutan-belukar. Pola aliran yang utama adalah rektangular dan teralis dengan bentuk lembah umumnya adalah ‘V’ sempit dan lurus. Bagian timur merupakan dataran rendah yang terbuka, hanya ditutupi oleh semak-belukar dan hutan kecil sementara di beberapa tempat berupa rawa.Bagian timur dan timurlaut daerah ini terdiri dari lahan yang bergelombang, dengan ketinggian beberapa puluh meter diatas permukaan laut. Sungai-sungai mempunyai bentuk meander dan berpola meranting sampai rektangular, kebanyakan sungai besar mengalir kearah baratlaut-tenggara, sejajar dengan arah struktur utama.Urutan batuan tertua sampai dengan termuda di daerah kabupaten Sarolangun adalah batusabak, serpih, batulanau dan batupasir yang semuanya termasuk dalam Formasi Peneta. Batugamping dan serpih termasuk dalam Anggota Mersip. Kerikil,batulanau, greywacked, diabas, basal termasuk Formasi Rawas. Formasi dan Anggota tersebut diatas berumur Jura Akhir-Kapur Awal.Diatas batuan Formasi tersebut diatas diendapkan perselingan batupasir malihan, batusabak, filit, batulanau, greywacke, batugamping, genes, batulempung dan batugamping ‘wackstone-packstone’ yang termasuk dalam Formasi Asai, berumur Kapur.Diatas Formasi Asai diendapkan secara takselaras Formasi Hulusimpang, terdiri dari breksi gunungapi,lava,tuf,konglomerat, batupasir tufaan setempat sisipan batugamping dan batulempung. Formasi Papanbetupang terdiri dari konglomerat aneka bahan, batupasir, batulempung-batulanau, breksi aneka bahan, batupasir-batulempung tufaan, kedua Formasi ini berumur Oligosen.Secara selaras diatasnya diendapkan Formasi Kasiro yang terdiri dari serpih, batulempung dan batulanau berumur Miosen Awal. Formasi Gumai terdiri dari serpih, batupasir,napal dan batugamping berumur Akhir Miosen Awal-Awal Miosen Tengah.Diatas Formasi Gumai diendapkan secara takselaras Formasi Air Benakat, yang terdiri dari batulempung, batupasir, batulanau, konglomerat dan napal berumur Akhir Miosen Tengah-Awal Miosen Akhir.Secara takselaras diatasnya diendapkan Formasi Muaraenim yang terdiri dari batupasir dan batupasir tufaan, berumur Miosen Akhir.Selanjutnya diatas Formasi Muaraenim secara takselaras diendapkan Formasi Kasai yang terdiri dari tuf dan tuf batuapung, batupasir tufaan dan batulempung tufaan berumur Pliosen Akhir-Pleistosen Awal. Selanjutnya diendapkan Aluvium yang terdiri dari bongkah,kerakal,pasir,lumpur dan lempung.Struktur geologi di daerah Kabupaten Sarolangun adalah perlipatan tegak berarah baratlaut-tenggara. Sesar utama berarah baratlaut – tenggara, timurlaut- baratdaya, utara baratlaut- selatan tenggara dan sesar timur-barat.
2. Bahan GalianPotensi bahan galian di daerah kabupaten Sarolangun (Bappeda kab.Sarolangun,2002 dan Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi, kab Sarolangun,2006), adalah :Batubara, Emas,Batugamping, Granit, Pasir kuarsa, Pasir sungai, Lempung, Minyak bumi, Biji besi, Zirkon, Timbal, Tembaga, Marmer, Kaolin, Fosfat dan Bentonit.Kabupaten Sarolangun memiliki bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis, khususnya dibagian barat daya pada morfologi pegunungan berupa bahan galian logam dan di bagian timur laut pada morfologi pedataran berupa batubara dan minyak bumi ( Tabel 1,2 ).PERTAMBANGANBahan galian di daerah Kabupaten Sarolangun belum banyak diusahakan sampai tahap eksploitasi. Perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi pada saat ini PT. Bina Wahana Meruap bumi dan PT.Petro China yang melaksanakan penambangan minyak bumi dan PT. Sungai Belati Coal yang menambang batubara (Tabel 1 dan 2).Wilayah bekas tambang yang ada di kabupaten Sarolangun hanya berupa bekas-bekas tambang emas tanpa izin. Kegiatan inventarisasi bahan galian dilaksanakan pada bekas tambang emas aluvial yang telah ditinggalkan oleh penambang emas tanpa izin (PETI). Daerah kegiatan meliputi Kecamatan Batang Asai, Kecamatan Limun, Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun.Kegiatan penambangan ini telah lama dilakukan oleh beberapa keluarga secara turun temurun. Sebelumnya masyarakat hanya menambang dengan cara mendulang, namun kini dengan masuknya pendatang bekerjasama dengan penduduk setempat dan seiring kemajuan teknologi, kegiatan penambangan telah menggunakan mesin ‘Dompeng’. Kegiatan penambangan dilakukan terutama pada daerah-daerah sekitar Sungai Batang Asai, Sungai Tembesi, Sungai Selembau, Sungai Limun dan Sungai Batang Rebah.Ada 5 (lima) cara yang dilakukan pada kegiatan penambangan emas tanpa izin di kabupaten Sarolangun, yaitu :Cara mendulang, mengambil material dari tempat tertentu yang diperkirakan mengandung emas.Cara menyelam dalam sungai, dengan alat bantu pernafasan masker dan bantuan mesin kompresor yang diletakkan dalam perahu. Penyelaman dilakukan sampai lapisan dasar (kong), dimana biasanya diatas lapisan ‘kong’ terendapkan material pasiran. Untuk memperoleh emas pasiran dikipas-kipas, kemudian bila pada lapisan atas ‘kong’terdapat butiran/ emas pipih, maka emas dijepit dan disimpan dalam suatu tempat.Cara menghisap yaitu dengan meletakan mesin pompa diatas papan yang beralasan drum-drum mengambang, selang diletakkan pada dasar sungai menghisap material yang diperkirakan konsentrat mengandung emas dan dialirkan ke sluice box yang beralaskan karpet. Bila dasar lapisan ‘kong’ sudah bersih dari endapan pasiran maka penambang menyelam untuk menjepit/menangkap butiran/pipih emas yang menempel dilapisan atas ‘kong’. Pada jam-jam tertentu karpet sluice box tersebut dicuci dalam tempat tertutup (drum), sehingga butiran-butiran emas terlepas dari karpet dan terkumpul dalam konsentrat. Konsentrat yang mengandung mineral berat kemudian didulang, sehingga terpisah butiran emasnya.Cara menggali sumur berdiameter ± 1 meter, kedalaman vertikal ± 6 meter (sampai dengan ‘kong’) kemudian pada dasar sumur kedalaman 6 meter digali horizontal kearah dan panjang tertentu. Air yang keluar dari pori-pori dinding sumur, dipompa melalui selang dan dibuang kepermukaan. Material yang diperkirakan mengandung emas hasil penggalian ditimba kepermukaan kemudian didulang pada tempat yang telah ditentukan.Cara menyemprot dengan air bertekanan tinggi pada dinding dan dasar material untuk melepaskan butiran emas. Selanjutnya aliran lumpur hasil penyemprotan disedot dengan mesin dan dialirkan ke sluice box. Lumpur konsentrat yang mengadung emas dialirkan ke sluice box yang beralaskan karpet, karena butiran emas mempunyai berat jenis tinggi, sehingga terperangkap pada karpet. Setelah beberapa waktu karpet tersebut dicuci dalam tempat tertutup (drum), sehingga butiran-butiran emas terlepas dari karpet dan terkumpul dalam konsentrat. Konsentrat yang mengandung mineral berat kemudian didulang, sehingga terpisah butiran emasnya. Untuk mencegah butiran emas halus terbuang konsentrat yang mengandung emas dicampur dengan air raksa, sehingga dengan cara amalgamasi tersebut dapat menangkap seluruh butiran emas. Air raksa yang mengandung emas disaring dengan kain payung, sampai mendapatkan emas bulion. Bulion dibakar sehingga butiran emas terpisah dengan air raksa. Proses pembakaran dan pemurnian ini biasanya tidak dilakukan di daerah penambangan tetapi di tempat lain.
PEMERCONTOANHasil pemercontoan tim inventarisasi di daerah kecamatan Batang Asai, kecamatan Limun, kecamatan Bathin VIII dan kecamatan Sarolangun dapat dilihat pada Tabel 3.Hasil pemercontoan tim inventarisasi bahan galian pada bekas tambang dianalisis conto konsentrat dulang dan tailing dengan menggunakan metoda analisis butir untuk mengetahui jenis, ukuran dan jumlah butir emas dan mineral ikutan lainnya. Analisis dilakukan di Laboratorium Fisika Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi.
Emas AluvialPenyebaran endapan aluvial yang berpotensi mengandung emas tersebar di Kecamatan Batang Asai, Kecamatan Limun, Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun. Untuk memudahkan menghitung luas dan potensi penyebaran endapan aluvial, maka di wilayah ini dibagi menjadi Blok.1 meliputi Kecamatan Batang Asai, Blok.2 meliputi Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun, Blok.3 meliputi Desa Teluk Rendah, Desa Kampung Tujuh Kecamatam Limun dan Blok.4 meliputi Desa Ranggo, Kecamatam Limun.Ketebalan endapan aluvial yang berpotensi mengandung emas di wilayah ini bervariasi, mulai dari 1 meter sampai dengan 0.6 meter, atau rata-ratra 0.80 meter.Jumlah sumber daya hipotetik emas aluvial yang masih tersisa di Blok.1 kecamatan Batang Asai 63.148 kg. Blok.2. kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun 280.720 kg kg, Blok.3. Desa Teluk Rendah, Kp Tujuh, Kecamatan Limun 32.351 kg dan Blok.4 Desa Ranggo,Kecamatan Limun 32.222 kg.
KESIMPULANDaerah bekas tambang di Kabupaten Sarolangun, terdapat di daerah bekas tambang emas alluvial tanpa izin.Pemegang kuasa pertambangan bahan galian di daerah Sarolangun pada umumnya masih tahapan penyelidikan umum eksplorasi, persiapan eksploitasi dan hanya ( 1 ) satu pengelola eksploitasi batubara.Penambangan emas aluvial di daerah Sarolangun dengan cara mendulang, menyelam, menghisap dialirkan ke sluice box dan menyelam, menggali sumur vertikal dan horizontal dan penyemprotan kekuatan tinggi.Di daerah Desa Padang Jaring terdapat bekas tambang dan tambang aktip dengan cara menggali secara vertikal, daerah ini juga terdapat tambang dengan cara menyemprot kekuatan tinggi.Daerah Kecamatan Limun penambang emas aluvial dengan cara menyemprotkan kekuatan tinggi, beberapa daerah lubang bekas tambang ditinggalkan.Di daerah Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun terdapat kegiatan tambang emas tanpa izin.Jumlah sumber daya hipotetik emas aluvial yang masih tersisa di Blok.1 kecamatan Batang Asai 63.148 kg. Blok.2. kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun 280.720 kg kg, Blok.3. Desa Teluk Rendah, Kp Tujuh, Kecamatan Limun 32.351 kg dan Blok.4 Desa Ranggo,Kecamatan Limun 32.222 kg.Potensi bahan galian lain pasir kuarsa, zirkon dan mineral ikutan pada proses pengolahan emas aluvial di daerah inventarisasi kurang lebih 0,6 % dari jumlah potensi aluvial.
DAFTAR PUSTAKADinas Lingkungan Hidup, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Sarolangun,tahun 2005, Pengkajian limbah pertambangan emas tanpa ijin (PETI).Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi Kabupaten Sarolangun, tahun2006, Potensi Pertambangan Kabupaten SarolangunDirektorat Tatalingkungan Geologidan Kawasan Pertambangan,tahun 2002, Inventarisasi Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Kabupaten Sarolangun,Provinsi JambiP.T ANTAM Tbk, tahun 2006, Mengetahui kemungkinan adanya mineralisasi emas dan mineral pengikutnya, dengan target peninjauan mendapatkan potensi yang menarikP.T Anugerah Jambi Coalindo, tahun 2006, Eksplorasi semi detail,eksplorasi detail batubara sekarang sedang dilakukan sosialisasi, melakukan kajian analisa dampak lingkungan ( AMDAL), desain tambang,perencanaan tambang dan studi kelayakan.P.T Bakti Sarolangun Sejahtera, tahun 2005, Eksplorasi Batubara yang menggambarkan Tataguna Lahan, kondisi geologi regional, kondisi geologi daerah penelitian dan tata letak batubara.P.T Intitirta Primasakti, tahun 2005, Kegiatan eksplorasi Batubara, diprioritaskan pada peresiapan untuk proyek pembangunan konstruksi infrastruktur untuk sarana dan prasarana penunjang kegiatan penambangan.P.T Jambi Wildcat Mas, tahun 1999, mengadakan penyelidikan bahan galian emas dan mineral ikutannyaP.T Jambi Wildcat Mas, tahun 1999, mengadakan penyelidikan bahan galian emas dan mineral ikutannyaP.T Tambir Mas, tahun 2006, Peninjauan, penyelidikan umum mineral bijih besi di desa Berkun kecamatan Limun, kabupaten Sarolangun.Suwarna.N,dkk, tahun 1992 memetakan geologi kabupaten Sarolangun, pada Peta Geologi Lembar Sarolangun, skala peta 1 : 250.000

Pengkajian cekungan batubara di daerah Lubuk Jambi dan sekitarnya, Kabupaten Indragiri Hulu

Daerah Lubuk Jambi termasuk ke dalam Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Inderagiri Hulu, Propinsi Riau. Secara geografi terletak antara 0057’15” - 0037’0” Lintang Selatan dan 103058’0” - 1040 20’0” Bujur Timur.
Secara stratigrafi terletak di tepi bagian barat Cekungan Sumatera Tengah dimana batuan-batuan Tersier diendapkan tidak selaras di atas batuan pra-Tersier. Batuan Tersier yang tersingkap adalah : Anggota Bagian Bawah Formasi Telisa (Miosen Bawah), Anggota Bagian Atas Formasi Telisa (Miosen Bawah-Tengah) dan Formasi Palembang Bawah (Miosen Tengah-Atas). Umumnya batuan Tersier ini membentuk sinklin-antiklin berarah baratlaut-tenggara dengan kemiringan sayap kurang dari 150 .
Dari 13 singkapan batubara dapat dikelompokkan menjadi dua lapisan yaitu Lapisan Tiu di bagian atas merupakan lapisan tunggal setebal 3,25 meter dan Lapisan Pedulangan di bagian bawah terdiri dari tiga lapisan dengan ketebalan 1,35 m, 1,50 m, dan 3,50 m. Kedua kelompok lapisan tersebut terdapat dalam Formasi Telisa (Anggota Bawah Formasi Telisa) dengan kemiringan berkisar antara 80 - 12 0.
Perhitungan sumberdaya batubara sekitar 10 juta ton pada area pengaruh ke arah jurus 2,5 km kedalaman 50 meter.
Kualitas batubara menunjukan Nilai Kalori 5018 kal/gram, Kadar Abu 28,5 % (adb), Sulfur 1,85 %, Karbon Tertambat 19,8 %, Free Moisture (FM) 6,8 %, Kandungan Air Total (TM) 12,9 %, Air Tertambat (M) 6,5 %, Zat Terbang (VM) 45,1 % dan Specific Gravity 1,4 ton/m3.

1. PENDAHULUAN
Kegiatan Suplemen (DIK-S) Batubara. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Tahun Anggaran 1997/1998 telah melakukan pengkajian cekungan batubara yang ada di Sumatera. Salah satunya di daerah Lubuk Jambi dan sekitarnya, Kabupaten Inderagiri Hulu, Propinsi Riau.
Pengkajian cekungan batubara di daerah tersebut adalah untuk meneliti data endapan batubara baik lingkungan pengendapan, arah jurus, kemiringan, letak, sebaran, ketebalan, kualitas dan kondisi geologi batubara serta keadaan umum wilayah, demografi dan hal lain yang erat hubungannya dengan kegiatan selanjutnya. Data tersebut diharapkan dapat menunjang rencana kerja selanjutnya seperti eksplorasi, eksploitasi, pemanfaatan dan pengembangan batubaranya.
Daerah penyelidikan secara administrasi termasuk Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Inderagiri Hulu (INHU), Propinsi Riau. Secara geografi daerah tersebut terletak antara 0o57’15” - 0o37’0” LS dan 103o58’0” - 104o20’0” BT. Daerah penyelidikan dapat dicapai dari jalan lintas Sumatera ke Pekanbaru melalui daerah Lipat Kain sejauh + 160 km dan selanjutnya ditempuh melalui jalan perusahaan kayu Perhutani dan jalan PIR Hibrida/Sawit sejauh + 30km. Jalan ini belum diaspal dan dimusim hujan sulit/licin dilalui kendaraan bermotor.
2. GEOLOGI REGIONAL
Secara regional daerah penyelidikan termasuk ke dalam tepi Cekungan Sumatera Tengah bagian Barat dan cekungan ini termasuk kedalam kerangka tektonik Indonesia bagian Barat.
Pada periode Akhir Kapur batuan dasar tua secara tektonik terpatahkan menjadi blok-blok yang sebagian naik sehingga terbentuk graben. Selama Eosen sampai Oligosen terjadi sedimentasi pertama yang diendapkan pada Paleo-topografi Pra-Tersier berlingkungan cekungan antar gunung (De Coster, 1974). Sedimen ini terutama terdiri dari klastik kasar dengan sisipan batulumpur dan batubara. Pada zona graben, lapisan batubara berkembang terbatas yang dikontrol oleh penurunan daratan secara berangsur. Hal ini mengakibatkan cekungan sedimentasi diperluas terutama kearah timur dan barat. Pada waktu tertentu cekungan berhubungan dengan laut terbuka dan disertai oleh pengendapan sedimen laut. Sejak pertengahan Miosen sedimen laut dangkal dan payau berkembang. Lapisan batubara dari Formasi Binio, Korinci, Palembang Bawah dan Tengah berasal dari bahan organik terbentuk selama waktu itu di daerah rawa yang luas.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah anggota bawah Formasi Kuantan yang menjemari dengan anggota batu-gamping Formasi Kuantan dan Anggota Filit dan Serpih Formasi Kuantan yang lebih muda. Ketiga satuan tersebut berumur Perem-Karbon (P.H. Silitongan dan Kastowo, 1995) (Tabel 1- 1). Ketiga satuan tersebut diterobos oleh Batuan Beku Granit pada Zaman Trias.
Batuan Tersier menindih secara tidak selaras batuan Mesozoikum. Pengendapan yang bermula pada Kala Miosen membentuk Anggota Bawah Formasi Telisa, ditindih selaras oleh Anggota Atas Formasi Telisa.
Anggota Bawah Formasi Palembang berumur Pliosen menutupi secara selaras Anggota Atas Formasi Telisa. Diatasnya terendapkan Anggota Tengah Formasi Palembang secara selaras yang berumur Pliosen. Anggota Atas Formasi Palembang yang berumur Plistosen menutupi selaras Anggota Tengah Formasi Palembang.
Batuan termuda di daerah penyelidikan adalah endapan permukaan berupa Undak Sungai dan Aluvium berumur Kuarter.
Struktur sesar yang ditafsirkan berupa sesar mendatar dan sesar naik. Sesar mendatar berarah Timurlaut-Baratdaya memotong baik batuan Pra-Tersier maupun Tersier. Sesar naik dengan arah Baratlaut-Tenggara dan bidang sesar mengarah ke Timurlaut menyingkap batuan.
3. GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN
Secara keseluruhan daerah penyelidikan memperlihatkan bentuk morfologi berelief rendah sampai tinggi dengan topografi membentuk perbukitan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 60 meter sampai 490 meter diatas permukaan laut.
Satuan batuan yang terdapat di daerah penyelidikan khusus sekitar daerah “Coal Bearing Formation” yaitu Anggota Bawah Formasi Telisa dari tua ke muda adalah sebagai berikut.
1. Satuan Batuan Anggota Filit Serpih Formasi Kuantan, terdiri dari serpih dan filit berwarna kemerahan sampai coklat tua agak sekisan, mengandung sisipan batusabak abu-abu tua, kuarsit, batulanau, rijang abu-abu tua dan aliran lava bersusunan andesit sampai basal yang tidak terpisahkan setempat batuan malih menjadi sekis, genes.
2. Satuan Batuan Anggota Bawah Formasi Telisa, menindih secara tidak selaras batuan Anggota Filit dan Serpih Formasi Kuantan, terdiri dari napal lempungan dengan lensa-lensa rijang hitam, batupasir lempung, batubara (lignit), tufa, breksi andesit dan batupasir glaukonit. Satuan batuan pembawa batubara ini membentuk struktur dan sinklin kecil di bagian tengah daerah penyelidikan.
3. Satuan batuan Anggota Atas Formasi Telisa, menindih secara selaras batuan Anggota Bawah Formasi Telisa, terdiri dari serpih coklat keabu-abuan dan napal degan sisipan tipis tufa andesit.
4. Suatu paket sedimen yang mengandung “seam” atau lapisan batubara mulai dari bawah sampai atas, memiliki urutan pengendapan yang tertentu dan akan mencerminkan paleogeografi (iklim, muka air, vegetasi asal) dan proses geologi, seperti siklus sedimentasi dan lingkungan pengendapan. Setiap kali terjadi perubahan kondisi dan parameter tersebut akan terjadi pula perubahan pada endapan yang terbentuk.
Dari hasil lintasan geologi di daerah formasi pembawa batubara (“Coal Bearing Formation”) Batang Pedulangan - Sungai Petai, diketahui litologinya selalu berasosiasi dengan lapisan batupasir kuarsa berbutir sedang sampai kasar, lapisan lempung pasiran dan napal lempungan. Dalam satuan ini diendapkan 3 (tiga) lapisan batubara dengan lapisan pertama tebal 1m terdiri dari 2 ply seam berkisar antara 0,40m - 0,60m, lapisan kedua tebal > 1,50m dan lapisan ketiga tebal >2,50m terdiri dari 6 ply seam berkisar antara 0,40m - 1,80m, dengan kemiringan rata-rata 10o. Struktur yang diketahui berupa “gradded bedding” dalam batupasir.
Perulangan endapan pasir dan batubara yang diketaehui di area Batang Pedulangan - Sungai Petai ini diasosiasikan dengan hasil endapan transgresi-regresi yang terjadi di daerah ini yaitu phase transgresi di daerah ini dicirikan dengan perulangan endapan pasir. Area Batang Pedulangan - Sungai Petai yang didominasi oleh endapan batupasir aluvial bersifat konglomerat ini diatasnya ditutupi oleh endapan sedimen lebih halus dan diikuti kembali pengendapan batubara paling atas (Seam Tiu).
Endapan batubara di daerah ini diketahui relatif tipis dan umumnya mengandung abu dan sulfur yang cukup tinggi, penyebaran ke arah lateral relatif tidak menerus walaupun kemiringannya cukup landai rata-rata 10o.
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan ini adalah pertama pendapat Stach (1982), yang menyatakan bahwa kandungan sulfur yang tinggi biasanya diendapkan pada lingkungan yang dipengaruhi air laut.
Kemudian Twenholt, 1953 (dalam Y. Yanuar, 1987), menyebutkan di daerah rawa-rawa yang dipengaruhi oleh laut akan mempunyai persentasi mineral besi sulfida ini relatif lebih sedikit atau tidak ada sama sekali.
Berdasarkan pengamatan pada lintasan geologi daerah formasi pembawa batubara Batang Pedulangan Sungai Petai dan didukung oleh pendapat kedua peneliti tersebut,
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dicerminkan bentuk morfologi perbukitan bergelombang. Jenis struktur utama yang berkembang di daerah ini adalah lipatan berupa sinklin dan antiklin berarah baratlaut-tenggara dengan kemiringan agak landai. Sedangkan struktur sesar berupa sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut memotong satuan batuan Anggota Atas dan Bawah Formasi Telisa bagian timurlaut zona sesar berarah ke selatan, jenis sesar “transversal dextral” (menganan).
Indikasi sesar selain dari jurus dan kemiringan batuan adalah korelasi dari lapisan batubara. Berdasarkan data tersebut diatas diduga bahwa sesar mendatar ini terjadi akibat adanya suatu aktivitas tektonik pada batuan yang berumur Mio-Pliosen, maka sesar mendatar ini diduga berumur setelah Pliosen.
4. POTENSI ENDAPAN BATUBARA
Dalam pemetaan geologi ditemukan singkapan sebanyak 13 lokasi singkapan batubara yang dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) lapisan batubara, yaitu Lapisan Tiu dibagian atas merupakan lapisan tunggal setebal 3.25 m dan Lapisan Pedulangan dibagian bawah terdiri dari tiga lapisan dengan ketebalan kurang lebih 1.35 m, 1,50 m dan 3.50 m.
Kedua Lapisan tersebut ditemukan dalam Formasi Telisa (Anggota Bawah Formasi Telisa) yang membentuk antiklin. Lapisan Pedulangan sayap utara terdapat dalam batupasir kuarsa dengan ketebalan batubara seluruhnya 6,35 m. Lapisan batubara menempati bagian hidung struktur antiklin dengan sudut kemiringan 10o. Lapisan ini terganggu oleh struktur sesar sehingga kesinambungannya belum dapat ditentukan, karena selain merupakan daerah limbah banjir yang ditutupi oleh aluvium. Formasi ini membaji ke arah barat, sehingga coal bearing formasi-nyapun menipis kearah barat. Singkapan dibagian sayap selatan (Blok IV) sulit ditemukan, hanya satu singkapan setebal kurang lebi 20 cm, kemiringan 10o kearah selatan.
Pada Blok III sayap selatan ditemukan tiga singkapan batubara dengan ketebalan kurang lebih 1 m, 3,35 m dan 1,70 m, dengan kemiringan 10o ke arah selatan. Ketiga singkapan ini muncul diatas perbukitan, kesinambungannya hanya bisa diikuti kurang lebih sejauh 500 m kearah jurus, yang sudah berubah kearah utara-selatan. Ke arah utara berbatasan dengan munculnya batuan Pra-Tersier, kearah Selatan menghilang karena topografi berubah menjadi rendah.



5. KUALITAS BATUBARA
Analisis kimia terhadap 12 (dua belas) conto batubara yang dilakukan dalam keadaan “air dried base” (adb), menunjukkan bahwa kualitas batubara di daerah penelitian seperti dicerminkan angka-angka berikut : Nilai kalori rata-rata 5018 kal/gram, kandungan air bebas (FM) 6,8%, kandungan air total (TM) 12,9%, air tertambat (M) 6,5%, zat terbang (VM) 45,1%, karbon padat (FC) 19,8%, kadar abu (Ash) 28,5%, kadar sulfur (S) 1,85% dan berat jenis (SG) 1,4.
Hasil analisa petrografi berupa nilai refleksi batubara di daerah penelitian adalah sebagai berikut : nilai refleksi vitrinit berkisar antara 0.31 - 0.37%. Komposisi maseral vitrinit berkisar antara 60-87%, liptinit 5-15%, inertinit 1-3%, pirit 0,5-3% dan mineral matter 7-20%.
Dari hasil analisis kimia terlihat bahwa batubara di daerah penelitian bernilai kalori antara 4575-5865 kal/gram. Sedangkan menurut klasifikasi ASTM batubara yang terdapat di daerah penelitian termasuk dalam kelompok Sub Bituminous.
6. SUMBERDAYA BATUBARA
Dari beberapa lokasi penyelidikan, untuk sementara ada 3 (tiga) blok yang dapat diperhitung-kan sumberdaya batubaranya. Perhitungan sumberdaya batubara ini didasarkan pada data singkapan dan sumur uji yang di lapangan dapat diamati tebal serta jurus dan kemiringannya.
Berdasarkan konstruksi geologi dari data singkapan baik batubara mupun batuan dan evaluasi data geologi, ini adalah hasil perhitungan batubara pada setiap blok sampai kedalaman 50 meter.
• Lapisan Tiu (Blok I) : Ditemukan 1 (satu) lapisan tunggal batubara, tebal lapisan batubara rata-rata 3.25 m, jurus dan kemiringan lapisan N305oE/<10o , sumberdaya sebesar 3.252.600 ton.
• Lapisan Pedulangan (Blok II) : Ditemukan 3 (tiga) lapisan batubara, tebal lapisan batubara kurang lebih 1,35 m, 1,50 m dan 3,50 m, jurus dan kemiringan lapisan N300oE/10o , sumberdaya batubara sebesar 6.400.800 ton.
• Lapisan Pedulangan (Blok III) : Ditemukan 3 (tiga) lapisan batubara, tebal lapisan batubara kurang lebih 1,0 m, 1,70 m dan 3,45 m, sumberdaya batubara sebesar 1.229.760 ton.
7. PROSPEK PENGEMBANGAN BATUBARA
Endapan batubara di daerah Lubukjambi cukup prospek untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala kecil. Untuk mengetahui sumber daya yang lebih pasti, perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut.
8. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kepada uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian daerah Lubuk Jambi dan Sekitarnya, yaitu :
1. Secara fisiografi, daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Tengah tersusun oleh 3 (tiga) formasi yaitu Formasi Kuantan, Telisa dan Palembang.
2. Singkapan batubara yang dijumpai di lapangan terdapat pada Anggota Bawah Formasi Telisa dikelompokkan menjadi 2 (dua) lapisan, yaitu Lapisan Tiu berupa lapisan tunggal tebal kurang lebih 3,25 m dan Lapisan Pedulangan terdiri dari 3 (tiga) lapisan dengan ketebalan kurang lebih 1,35 m, 150 m dan 3,50 m dan kemiringan lapisan berkisar 8o - 12o.
3. Dari hasil analisis kimia 13 conto batubara diketahui rata-rata FM 6,8%, TM 12,9%, M 6,5%, VM 45,1% FC 19,8%, S 1,85% dan CV 5018. Hasil analisis petrografi batubara diketahui reflektan vitrinit (RV) berkisar antara 0,31 - 0,37, komposisi maseral berkisar antara Vitrinit 72-85%, Liptinit 5-15%, Inertinit 1-3%, Pirit 1-3% dan Mineral Matter 7-20%. Dari kedua hasil analisa tersebut batubara di daerah penelitian termasuk Sub Bituminous menurut ASTM.
4. Dari hasil analisis, komposisi litotipe, maseral, mineral pirit, kadar abu dan litologinya diinterpretasikan lingkungan pengendapannya terbentuk didaerah rawa yang dipengaruhi air laut “delta front”.
5. Sumberdaya batubara sementara dihitung dari ketebalan 1m ke atas yaitu blok I, II, dan III berjumlah kurang lebih 21 juta ton. Untuk mengetahui sumberdaya batubara lebih rinci disarankan agar dilakukan eksplorasi di daerah potensi Blok I Seam Tiau, Blok II Seam Pedulangan, Blok III dan Blok IV Sayap Antiklin Selatan Seam Pedulangan di Desa Pangkalan.

Sumbangsih Eksplorasi minyak dan Gas Bumi terhadap Pengetahuan Geologi indonesia: Data dan Pandangan Baru Geodinamika Indonesia

Petroleum exploration in Indonesia has been conducted for almost 150 years, started in 1865. Geological expedition and investigation in Indonesia, started earlier in 1850, has also been contemporaneous with petroleum and mining exploration. In the later periods, both petroleum exploration and geological investigation were simultaneously conducted and obtained significant accelerations in some periods. Petroleum exploration has been accelerated since the late of 1960's when the Government of Indonesia offered the production sharing contract system to petroleum investors. Geological investigations were conducted systematically to cover all Indonesia region since 1969 when the Government of Indonesia started to apply the sequential Five-Year Development Plan (Pelita).
The harmony between petroleum exploration and geological investigations in Indonesia has made a very good integrity. Data resulted from these activities are much available. Companies conducting petroleum exploration and governmental institutions which made geological investigations have cooperated and can continue this cooperation for the sake of the most benefit. This harmony is a very strong basis for understanding the geology of Indonesia which is very complex but beautiful.
In this paper, the writer presents summaries of considerations on several aspects of Indonesia's geodynamics. These considerations were resulted from syntheses between petroleum exploration and geological investigation data. The aspects discussed in this paper include : (1) on the Origin and Nature of the Collisional Orogens of Indonesia, (2) Escape Tectonics of Indonesia, (3) Accretion and Dispersion of the Sundaland, (4) Major Dissimilarities on Tectonics and Structure of the Barito, Kutei, and Tarakan Basins, Kalimantan, (5) Tectonic Indentatation of Central Java, (6) Deepwater Sedimentation of Java, (7) on the Origin and Nature of the Rembang-Madura-Kangean-Sakala (RMKS) Strike-Slip Fault, (8) the Makassar Straits Opening, and (9) the Salawati Basin Polarity Reversal.

Geologi minyak bumi

Geologi minyak bumi adalah salah satu cabang ilmu geologi untuk mengetahui keberadaan minyak bumi di bawah tanah, kemudian mengeksplorasi dan memproduksinya. Secara umum ada dua jenis geologi minyak bumi, yaitu geologi eksplorasi minyak bumi yang mencakup pencarian minyak bumi dan geologi produksi minyak bumi. Produksi minyak bumi dalam bidang perminyakan bukan diartikan untuk membuat minyak bumi, tetapi hanyalah membuat fasilitas untuk mengalirkan minyak bumi dari bawah tanah ke atas permukaan tanah, dengan menggunakan pemboran dan pompa-pompa.
Teori keberadaan minyak bumi ada dua buah, yaitu teori organik dan teori anorganik. Teori organik sekarang ini banyak dianut oleh para ahli geologi, dimana minyak bumi dipercayai dihasilkan oleh sisa-sisa organisma yang sudah mati berjuta-juta tahun yang lalu. Sedangkan teori anorganik kebanyakan berkembang di Eropa Timur dan Rusia di mana para ahli mempercayai bahwa minyak bumi dapat dihasilkan bukan dari bahan organik. Prinsip geologi minyak bumi yang sekarang umum dipakai adalah teori organik sehingga minyak bumi sering disebut bahan bakar fosil. Bila teori anorganik terbukti, maka akan muncul lagi sumber-sumber minyak bumi yang selama ini belum dieksplorasi.

Sepak bola

Sepak bola adalah salah satu olahraga yang sangat populer di dunia. Dalam pertandingan, olahraga ini dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan. Masing-masing kelompok beranggotakan sebelas pemain, dan karenanya kelompok tersebut juga dinamakan kesebelasan.

Sertanense FC
Daftar isi[sembunyikan]
1 Peraturan sepak bola
2 Tujuan permainan
3 Taktik Permainan
4 Ofisial
5 Tim
6 Lapangan permainan
7 Lama permainan
7.1 Lama permainan standar
8 Perpanjangan waktu dan adu penalti
9 Wasit sebagai pengukur waktu resmi
10 Percobaan penggunaan gol emas dan gol perak
11 Kejuaraan internasional besar
12 Lihat pula
12.1 Tim dan pemain
12.2 Organisasi
12.3 Jenis lainnya
12.4 Elemen permainan
12.5 Lain-lain
13 Referensi
14 Pranala luar
//

[sunting] Peraturan sepak bola
Peraturan resmi permainan sepak bola (Laws of the Game) Peraturan resmi sepak bola adalah:
Peraturan 2: Bola Sepak bola
Peraturan 3: Jumlah Pemain
Peraturan 4: Peralatan Pemain
Peraturan 5: Wasit
Peraturan 6: Asisten wasit
Peraturan 7: Lama Permainan
Peraturan 8: Memulai dan Memulai Kembali Permainan
Peraturan 9: Bola Keluar dan di Dalam Lapangan
Peraturan 10: Cara Mendapatkan Angka
Peraturan 11: Offside
Peraturan 12: Pelanggaran
Peraturan 13: Tendangan Bebas
Peraturan 14: Tendangan penalti
Peraturan 15: Lemparan Dalam
Peraturan 16: Tendangan Gawang
Peraturan 17: Tendangan Sudut
Selain peraturan-peraturan di atas, keputusan-keputusan Badan Asosiasi Sepak bola Internasional (IFAB) lainnya turut menambah peraturan dalam sepak bola. Peraturan-peraturan lengkapnya dapat ditemukan di situs web FIFA.

[sunting] Tujuan permainan
Dua tim yang masing-masing terdiri dari 11 orang bertarung untuk memasukkan sebuah bola bundar ke gawang lawan ("mencetak gol"). Tim yang mencetak lebih banyak gol adalah sang pemenang (biasanya dalam jangka waktu 90 menit, tetapi ada cara lainnya untuk menentukan pemenang jika hasilnya seri). akan diadakan pertambahan waktu 2x 15 menit dan apabila dalam pertambahan waktu hasilnya masih seri akan diadakan adu penalty yang setiap timnya akan diberikan lima kali kesempatan untuk menendang bola ke arah gawang dari titik penalty yang berada di dalam daerah kiper hingga hasilnya bisa ditentukan. Peraturan terpenting dalam mencapai tujuan ini adalah para pemain (kecuali penjaga gawang) tidak boleh menyentuh bola dengan tangan mereka selama masih dalam permainan.

[sunting] Taktik Permainan
Taktik yang biasa dipakai oleh klub-klub sepak bola adalah sebagai berikut:
4-4-2 A-2
4-3-2-1
4-5-1
3-4-3
3-5-2
4-3-3
taktik yang dipakai oleh sebuah tim selalu berubah tergantung dari kondisi yang terjadi selama permainan berlangsung. Pada intinya ada tiga taktik yang digunakan yaitu; Bertahan, Menyerang dan Normal.

[sunting] Ofisial
Sebuah pertandingan diperintah oleh seorang wasit yang mempunyai "wewenang penuh untuk menjalankan pertandingan sesuai Peraturan Permainan dalam suatu pertandingan yang telah diutuskan kepadanya" (Peraturan 5), dan keputusan-keputusan pertandingan yang dikeluarkannya dianggap sudah final. Sang wasit dibantu oleh dua orang asisten wasit (dulu dipanggil hakim/penjaga garis). Dalam banyak pertandingan wasit juga dibantu seorang ofisial keempat yang dapat menggantikan seorang ofisial lainnya jika diperlukan.selain itu juga mereka membutuhkan alat-alat untuk membantu jalannya petandingan seperti :# papan pengganti pemain
# meja dan kursi

[sunting] Tim
Setiap tim maksimal memiliki sebelas pemain, salah satunya haruslah penjaga gawang. Kadang-kadang ada peraturan kejuaraan yang mengharuskan jumlah minimum pemain dalam sebuah tim (biasanya delapan).
Sang penjaga gawang diperbolehkan untuk mengambil bola dengan tangan atau lengannya di dalam kotak penalti di depan gawangnya.
Pemain lainnya dalam kedua tim dilarang untuk memegang bola dengan tangan atau lengan mereka ketika bola masih dalam permainan, namun boleh menggunakan bagian tubuh lainnya. Pengecualian terhadap peraturan ini berlaku ketika bola ditendang keluar melewati garis dan lemparan dalam dilakukan untuk mengembalikan bola ke dalam permainan.
Sejumlah pemain (jumlahnya berbeda tergantung liga dan negara) dapat digantikan oleh pemain cadangan pada masa permainan. Alasan umum digantikannya seorang pemain termasuk cedera, keletihan, kekurangefektifan, perubahan taktik, atau untuk membuang sedikit waktu pada akhir sebuah pertandingan. Dalam pertandingan standar, pemain yang telah diganti tidak boleh kembali bermain dalam pertandingan tersebut.

[sunting] Lapangan permainan

Ukuran lapangan standar
Lapangan yang digunakan biasanya adalah lapangan rumput yang berbentuk persegi empat. Dengan panjang 100-110 meter dan lebar 64-75 meter. Pada kedua sisi pendek, terdapat gawang sebesar 24 x 8 kaki, atau 7,32 x 2,44 meter.

[sunting] Lama permainan
Lama permainan sepak bola normal adalah 2×45 menit, ditambah istirahat selama 15 menit (kadang-kadang 10 menit). Jika kedudukan sama imbang, maka diadakan perpanjangan waktu selama 2×15 menit, hingga didapat pemenang, namun jika sama kuat maka diadakan adu penalti.

[sunting] Lama permainan standar
Sebuah pertandingan dewasa yang standar terdiri dari dua babak yang masing-masing sepanjang 45 menit. Umumnya terdapat masa istirahat 15 menit di antara kedua babak tersebut.

[sunting] Perpanjangan waktu dan adu penalti
Kebanyakan pertandingan biasanya berakhir setelah kedua babak tersebut, dengan sebuah tim memenangkan pertandingan atau berakhir seri. Meskipun begitu, beberapa pertandingan, terutamanya yang memerlukan pemenang mengadakan babak tambahan yang disebut perpanjangan waktu kala pertandingan berakhir imbang: dua babak yang masing-masing sepanjang 15 menit dimainkan. Hingga belum lama ini, IFAB telah mencoba menggunakan beberapa bentuk dari sistem 'sudden death', namun mereka kini telah tidak digunakan.
Jika hasilnya masih imbang setelah perpanjangan waktu, beberapa kejuaraan mempergunakan adu penalti untuk menentukan sang pemenang. Ada juga kejuaraan lainnya yang mengharuskan pertandingan tersebut untuk diulangi.
Perlu diperhatikan bahwa gol yang dicetak sewaktu babak perpanjangan waktu ikut dihitung ke dalam hasil akhir, berbeda dari gol yang dihasilkan dari titik penalti yang hanya digunakan untuk menentukan pemenang pertandingan.

[sunting] Wasit sebagai pengukur waktu resmi
Wasit yang memimpin pertandingan sejumlah 1 orang dan dibantu 2 orang sebagai hakim garis. Kemudian dibantu wasit cadangan yang membantu apabila terjadi pergantian pemain dan mengumumkan tambahan waktu. Pada Piala Dunia 2006, digunakan ofisial ke-lima.

[sunting] Percobaan penggunaan gol emas dan gol perak
Lihat: Gol perak; Gol emas.
Pada akhir 1990-an, IFAB mencoba membuat pertandingan lebih mungkin berakhir tanpa memerlukan adu penalti, yang sering dianggap sebagai cara yang kurang tepat untuk mengakhiri pertandingan.
Contohnya adalah sistem gol perak yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu pertama, dan gol emas yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu kedua.
Kedua sistem ini telah dihentikan oleh IFAB.

[sunting] Kejuaraan internasional besar
Kejuaraan internasional terbesar di sepak bola ialah Piala Dunia yang diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Football Association. Piala Dunia diadakan setiap empat tahun sekali. Lebih dari 190 timnas bertanding di turnamen kualifikasi regional untuk sebuah tempat di babak final. Turnamen babak final yang berlangsung selama empat minggu kini melibatkan 32 timnas (naik dari 24 pada tahun 1998).
Kejuaraan internasional yang besar di setiap benua adalah:
Eropa: Piala Eropa atau dikenal dengan nama Euro
Amerika Selatan: Copa América
Afrika: Piala Afrika
Asia: Piala Asia
Amerika Utara: Piala Emas CONCACAF
Oseania: Piala Oseania
Ajang tingkat klub terbesar di Eropa adalah Liga Champions, sementara di Amerika Selatan adalah Copa Libertadores. Di Asia, Liga Champions Asia adalah turnamen tingkat klub terbesar.
Sepak bola sudah dimainkan di Olimpiade sejak tahun 1900. (kecuali pada Olimpiade tahun 1932 di Los Angeles). Awalnya ini hanya untuk pemain-pemain amatir saja, namun sejak Olimpiade Los Angeles 1984 pemain profesional juga mulai ikut bermain, disertai peraturan yang mencegah negara-negara daripada memainkan tim terkuat mereka. Pada saat ini, turnamen Olimpiade untuk pria merupakan turnamen U-23 yang boleh ditamnbahi beberapa pemain di atas umur. Akibatnya, turnamen ini tidak mempunyai kepentingan internasional dan prestise yang sama dengan Piala Dunia, atau bahkan dengan Euro, Copa America atau Piala Afrika.
Sebaliknya, turnamen Olimpiade untuk wanita membawa prestise yang hampir sama seperti Piala Dunia Wanita FIFA; turnamen tersebut dimainkan oleh tim-tim internasional yang lengkap tanpa batasan umur.

[sunting] Lihat pula